Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
Jakarta – Perusahaan sawit nasional Astra Agro Lestari (AAL) siap bermitra dengan petani sawit swadaya untuk mempercepat program “replanting” atau peremajaan tanaman kelapa sawit yang tidak lagi produktif.
CEO PT Astra Agro Lestari Santosa di Bandung, Jawa Barat, Minggu mengatakan perusahaan siap membiayai program itu hingga tanaman sawit memasuki masa produksi normal sehingga tidak bergantung pada dana hibah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Manajemen perusahaan prinsipnya siap menjadi mitra petani tanpa harus menggunakan dana BPDPKS tapi dari sumber lain dengan rate yang relatif tak memberatkan petani,” katanya.
Santosa mengatakan, persoalan yang dihadapi dalam meremajakan tanaman sawit petani swadaya, selain faktor legalitas lahan juga terbatasnya sumber permodalan petani.
Dalam program peremajaan sawit petani swadaya, lanjutnya, pemerintah melalui BPDPKS telah mengalokasikan dana hibah peremajaan sawit rakyat (PSR)sebesar Rp30 juta/hektar.
Dikatakannya, dana sebesar itu hanya cukup untuk pengadaan bibit dan “land clearing” atau pembersihan lahan padahal tanaman harus dipelihara, dikelola optimal hingga produksinya optimal.
Menurut dia dana yang diperlukan untuk menghasilkan buah sawit mampu menghasilkan produktivitas tinggi yakni 20 – 25 ton tandan buah segar (TBS), setidaknya Rp 120 juta/hektare.
Biaya ini di luar kebutuhan cost off living atau biaya hidup petani yang tanaman sawitnya diremajakan untuk masa 7 tahun hingga bisa berproduksi.
Santosa menambahkan petani yang bermitra untuk peremajaan tanaman sawit harus memenuhi legalitas lahan, lokasi perkebunannya dalam radius 20 km dari kebun perusahan serta dalam satu hamparan minimal 500 hektare.
Sebelumnya Santosa menyatakan perusahaan telah mengembangkan program digitalisasi melalui Aplikasi Sistem Informasi Kemitraan (SISKA) 2.0 untuk meningkatkan efisiensi proses produksi sehingga meningkatkan pendapatan petani, sekaligus memperkuat program kemitraan dengan petani plasma.
Melalui program digitalisasi, tambahnya, setiap tindakan petani dalam meningkatkan sistem budidaya guna meningkatkan produktivitas optimal, bisa terpantau.
“Langkah kami memprioritaskan buah dari masyarakat ini juga menjadi komitmen perusahaan dalam mendukung usaha petani sawit,” katanya dalam Talk To The Chief Executive Officer (TCEO) 2024.
Sumber: Antaranews.com