Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
Jakarta. Tanaman kelapa sawit terus membuktikan peran strategisnya dalam mendukung perekonomian Indonesia, meskipun dihadapkan pada tantangan berat seperti pandemi COVID-19.
Dosen Ilmu Pemerintahan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Ahmad Junaedi Karso, menyoroti kontribusi besar sektor perkebunan sawit dalam membangun perekonomian nasional.
Dalam keterangannya pada Selasa (5/3), Junaedi menekankan pentingnya sektor perkebunan kelapa sawit, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada aktivitas di perkebunan tersebut.
“Sektor ini tidak hanya memberikan dampak ekonomi, tetapi juga berperan dalam kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitarnya,” ungkapnya.
Namun, Junaedi juga menyoroti pentingnya penerapan good governance, terutama dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, BUMN yang mengelola sektor ini memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan bangsa dan negara, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Data menunjukkan bahwa luas lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia melampaui Malaysia, dengan total dua kali lipat dari negara tetangga tersebut.
Indonesia memiliki 11,75 juta hektar lahan kelapa sawit, mengungguli Malaysia yang hanya memiliki 5,3 juta hektar atau sekitar 23% dari total luas perkebunan kelapa sawit di dunia.
Meskipun pandemi COVID-19 berdampak negatif pada ekspor komoditas, termasuk minyak sawit, Indonesia tetap berhasil mempertahankan posisinya sebagai produsen terkemuka.
Sepanjang 2023 volume ekspor minyak sawit Indonesia naik 4,84% (year-on-year/yoy) menjadi sekitar 27,5 juta ton. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak pandemi 2020. Namun, nilai ekspornya pada 2023 mencapai US$ 23,97 miliar, merosot 19,08% (yoy) sekaligus paling rendah dalam tiga tahun terakhir.
Sebelumnya, Eliza Mardian, Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menekankan bahwa sektor pertanian, termasuk perkebunan, tetap menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia, bahkan dalam situasi krisis sekalipun.
Selain memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, mencapai lebih dari 27%.
Dengan demikian, perkebunan kelapa sawit tidak hanya menjadi aset ekonomi, tetapi juga menjadi pilar utama dalam memastikan ketahanan ekonomi Indonesia, yang patut diapresiasi dan diperhatikan secara lebih mendalam dalam upaya pembangunan nasional.
Sumber: Industri.kontan.co.id