Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
Jakarta Jika kita berkendara dari kota Palu, Sulawesi Tengah, menuju ke Mamuju, Sulawesi Barat, berhentilah sejenak di kabupaten paling utara provinsi Sulawesi Barat, yakni Pasangkayu. Kabupaten yang sebelah baratnya berbatasan langsung dengan Selat Makassar ini, menyuguhkan panorama pantai yang begitu memesona dan memanjakan mata.
Yang tidak kalah menarik, di depan kantor bupati berdiri tegak sebuah tugu. Berbentuk bulat seperti bola dunia. Di sekelilingnya ada seperti daun kelapa.
“Itu tugu sawit, supaya orang tahu bahwa Pasangkayu ini dikenal sebagai sentra sawit,” ujar Mantan bupati Pasangkayu, Agus Ambo Djiw dikutip Selasa (14/5/2024).
Ide tugu itu ia lontarkan dan realisasikan semasa ia menjabat bupati. Sawit memang memainkan peran besar bagi roda pertumbuhan di Pasangkayu, yang membedakan suasana dulu dan sekarang.
Kini, hiruk pikuk aktivitas warganya terasa begitu bergeliat di sepanjang jalan utama jalur dua Kabupaten Pasangkayu. Hotel, rumah makan, minimarket, bank, cafe, barbershop, cucian mobil serta warung laundry sudah sangat menjamur di setiap sudut Pasangkayu.
“Dulu cari wartel (warung telekomunikasi) saja sangat susah, kalau sekarang kita duduk santai dimana saja bisa sambil angkat telepon (handphone), infrastruktur dan jaringannya sudah terbangun disini,” ungkap Yaumil Ambo Djiwa, Bupati Pasangkayu. Bupati yang meneruskan kepemimpinan adiknya, Agus.
Yaumil mengenang perjuangannya saat pemekaran Kabupaten yang dulunya masih tergabung dalam Kabupaten Mamuju. Bersama adiknya, Agus Ambo Djiwa, Mantan Bupati Pasangkayu dan beberapa tokoh lainnya, ia berjuang membentuk pemekaran wilayah dari satu Kecamatan bernama Pasangkayu menjadi sebuah Kabupaten. Hal ini ia lakukan demi kemajuan daerah kelahirannya itu. Ya, dulu daerah ini memang termasuk sangat tertinggal dibandingkan wilayah lainnya di Sulawesi Barat.
Lonjakan Populasi
Pernyataan ini diamini Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pasangkayu, Saifuddin Baso. “Lonjakan populasi di Pasangkayu cukup tinggi sejak pemekaran daerah di tahun 2003, semula hanya berkisar 90 ribu penduduk menjadi lebih dari 200 ribu penduduk saat ini,” katanya.
Menurutnya, taraf ekonomi masyarakat dan perkembangan wilayah Kabupaten Pasangkayu meningkat sangat drastis. Saat pertama kali terpilih duduk di kursi Dewan pada tahun 2004, Saifuddin Baso turut serta merumuskan pemekaran wilayah yang semula hanya 4 Kecamatan, menjadi 12 Kecamatan dengan 4 Kelurahan dan 59 Desa. Ia juga menyebutkan hasil data statistik pendapatan perkapita masyarakat, dari semula sekitar 20 jutaan per tahun, menjadi 58 juta per tahun pada saat ini.
Anggota Dewan yang juga merupakan salah satu tokoh terbentuknya kabupaten ini menambahkan, bahwa pemekaran kabupaten Pasangkayu yang sebelumnya dikategorikan sebagai daerah tertinggal menjadi daerah dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi di Sulawesi Barat, jelas tidak terlepas dari kontribusi industri kelapa sawit yang menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat.
Pertumbuhan Ekonomi Sulbar
Dari laman Pemprov Sulbar, Pertumbuhan ekonomi Sulbar di tahun 2023 sebesar 44,7% dari sektor pertanian kehutanan dan perikanan. Sedangkan dilihat dari sisi Dana Bagi Hasil (DBH) pajak, Kabupaten Pasangkayu menjadi kabupaten penerima DBH tertinggi.
“Faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi yakni adanya peningkatan kinerja sektor kelapa sawit yakni CPO dan turunannya yang juga mendorong bergeliatnya lapangan usaha sektor pertanian.” Jelas Pj. Gubernur Sulbar, Prof. Zudan Arif Fakrullah.
Kendati begitu, sangat disayangkan pergeseran zaman dan perkembangan teknologi yang menghantam stabilitas industri kelapa sawit. Ada polemik yang mencuat di masyarakat.
Salah satu yang menjadi sorotan bagi Syaifudin Baso adalah terkait konflik lahan antara anak perusahaan Astra Agro dan masyarakat setempat yang mayoritas merupakan pendatang. Ia sangat prihatin dan menyayangkan kesan adanya benturan antara perusahaan dan masyarakat.
Menurutnya, perusahaan yang masuk di Pasangkayu telah melalui berbagai prosedur yang diatur oleh hukum dan perundangan-undangan di Republik Indonesia. Karena itu, perusahaan jelas mengantongi izin secara legal dan diakui oleh negara melaksanakan proses bisnisnya.
“Saya lahir di Sarudu (salah satu kecamatan di Pasangkayu) 56 tahun yang lalu, bahkan nenek saya pun lahir dan meninggal di usia 124 tahun di sini, mereka tidak pernah mengaku-ngaku itu (lahan yang dikelola perusahaan) sebagai tanahnya,” kata putra daerah Pasangkayu ini.
2 Langkah Solutif
Saifuddin Baso membeberkan dua langkah solutif yang dapat dilakukan pada sengketa ini, diantaranya mediasi dan jalur hukum. Menurutnya, pendekatan persuasif kepada masyarakat perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Namun, jika musyawarah tidak dapat menemukan jalan keluar, diperlukan pihak berwajib untuk menegakkan hukum didukung dengan bukti, data dan fakta sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku.
“Itu haknya perusahaan. Mereka sudah memiliki sertifikat (izin), sudah bayar PBB ke negara, apalagi sudah diakui oleh negara. Saya sebagai perwakilan rakyat bukan mau menyakiti rakyat sendiri, namun akuilah yang menjadi milikmu, jangan mengakui yang bukan menjadi hakmu. Mari kita berfikir secara sehat, bagaimana daerah ini mau maju kalau kita menghalangi investasi,” tuturnya.
Saifuddin Baso mengakui tidak sependapat dengan masyarakat yang menghalangi investasi daerah. Baginya, perkembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi daerah Pasangkayu didukung oleh peran besar perusahaan sawit, seperti Astra Agro, dalam mendorong kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah.
Saifuddin Baso juga menyebutkan bahwa Astra Agro telah hadir di Pasangkayu sejak akhir tahun 80-an, bahkan menjadi perusahaan yang memiliki peran besar dalam pemekaran wilayah hingga terbentuknya Kabupaten Pasangkayu.
“Astra Agro telah mendukung pembangunan daerah, itu untuk kepentingan masyarakat juga. Melalui program-program CSR, dukungan seperti perbaikan jalan, bidang ekonomi, kesehatan juga pendidikan terus digeliatkan Astra Agro tiap bulannya. Masyarakat harus tahu itu,” tutupnya.
Sumber: Liputan6.com