Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya.
Pangkalan Bun – Industri kelapa sawit memiliki peran aktif dalam manajemen emisi. Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit berkontribusi dalam penyerapan karbon dioksida (CO2) sebesar 64,5 ton per hektar.
Merujuk data Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022, luas lahan perkebunan sawit Indonesia adalah 14,38 juta hektar yang terhitung mampu menyerap 927,5 juta ton CO2.
Menjaga kesinambungan bisnis, PT Gunung Sejahtera Dua Indah dan PT Gunung Sejahtera Yoli Makmur (PT GSDI-GSYM) perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa sawit berkomitmen menjaga keseimbangan lingkungan dengan mengambil langkah strategis, salah satunya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Tidak hanya pada penyerapan emisi, PT GSDIGSYM juga menekan emisi melalui proses bisnisnya.
Administratur PT GSDI-GSYM Wanwan Adi Kurnia melalui rilisnya, mengungkapkan, penekanan jejak karbon dilakukan di beberapa aspek operasional bisnis diantaranya penggunaan pupuk serta bahan bakar.
Adapun langkah strategis diambil dengan memanfaatkan kembali sisa olahan pabrik sebagai bahan baku pupuk organik dan energi terbarukan, juga meningkatkan inovasi dan teknologi dalam mendukung program ini.
“Sisa olahan tandan buah segar (TBS) dimanfaatkan kembali, baik yang cair dan padat, digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan juga sebagai bahan bakar dalam mengurangi pengunaan bahan bakar fosil sebagai pembangkit listrik yang umumnya digunakan. Ini sebagai alternatif untuk energi terbarukan,” ujar Wanwan Adi Kurnia.
Terdapat tiga jenis limbah padat dari pabrik kelapa sawit (PKS), diantaranya cangkang, fiber/serabut TBS, dan janjang kosong. Adapun ,cangkang dan fiber digunakan kembali sebagai bahan bakar untuk ketel uap (boiler) di PKS milik PT GSDI-GSYM. Tidak hanya itu, janjang kosong yang merupakan tangkai TBS juga dijadikan kompos dan diimplementasikan ke pohon kelapa sawit sebagai pupuk organik.
Selanjutnya, limbah cair kelapa sawit (LCKS) yang merupakan air buangan yang dihasilkan PKS dalam proses pengolahan minyak sawit mentah digunakan sebagai pupuk organik dengan metode aplikasi lahan guna menyuburkan tanaman dan meningkatkan produktivitas kelapa sawit di PT GSDI-GSYM. Hal ini dilakukan dengan membangun fasilitas instalasi pengolahan air limbah.
“Memanfaatkan kembali sisa olahan produk ke dalam proses bisnis merupakan langkah konkret untuk menekan emisi karbon GRK. Tidak hanya itu, kami juga mendorong inovasi dalam menekan penggunaan pupuk kimia yaitu dengan menciptakan pupuk organik yang diberi nama Astemic. Penggunaan pupuk ini bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 25%,” ungkap Wanwan Adi Kurnia.
Dia melanjutkan, pupuk organik Astemic ini membantu mengoptimalkan penyerapan hara ke tanaman kelapa sawit sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman, juga menghambat infeksi penyakit ganoderma yang kerap mengganggu tanaman sawit. Astemic merupakan pupuk organik yang dihasilkan dari mikro organisme tanah dari lahan perkebunan kelapa sawit.
Sumber: Kalteng.co