Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya
JAKARTA. Meskipun terjadi penurunan ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia sejak Februari hingga Mei 2024, kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tidak terpengaruh secara keseluruhan.
Direktur Utama AALI, Santosa, mengungkapkan bahwa volume fisik penjualan AALI pada kuartal pertama tahun ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
AALI berhasil mencatat pendapatan bersih sebesar Rp 4,79 triliun di kuartal I-2024, naik 0,81% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 4,76 triliun.
Mayoritas pendapatan AALI berasal dari segmen minyak sawit dan turunannya sebesar Rp 4,53 triliun, diikuti oleh segmen inti sawit dan turunannya sebesar Rp 257,7 miliar serta pendapatan lainnya sebesar Rp 2,81 miliar.
Labanya yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan juga mengalami kenaikan menjadi Rp 230,52 miliar di kuartal I 2024, naik 2,59% dari Rp 224,7 miliar pada kuartal I 2023.
“Volume fisik ekspor AALI tidak mengalami penurunan pada Mei 2024 (YoY). Namun, total volume penjualan meningkat, sehingga porsi penjualan domestik juga meningkat,” ungkap Santosa kepada Kontan, Senin (24/06).
Santosa tidak merinci angka pasti untuk kuantitas ekspor di bulan Mei tahun ini.
Terhadap penurunan ekspor CPO Indonesia secara umum, Santosa menjelaskan bahwa kondisi ini dipengaruhi oleh pasar global untuk CPO yang tidak berdiri sendiri.
Faktor lain seperti produksi, pasokan, dan permintaan dari minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai, biji bunga matahari, dan jenis minyak nabati lainnya juga ikut mempengaruhi.
“Pada kuartal I tahun ini berbeda sekali dengan tahun lalu dan tahun-tahun yang kita anggap “normal”. Karena umumnya harga internasional minyak sawit di bawah minyak kedelai dan minyak nabati lainnya. Namun tahun ini harga internasional minyak sawit relatif lebih tinggi dibanding minyak kedelai dan minyak nabati lainnya,” jelasnya.
Karena harga CPO yang kurang kompetitif, banyak negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia beralih membeli minyak nabati non-sawit pada awal tahun ini, yang mengakibatkan penurunan dalam kuantitas ekspor minyak sawit.
“Dengan demikian, ini tentu saja menyebabkan penurunan kuantitas ekspor minyak sawit kita,” tandas Santosa.
Sebelumnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO Indonesia dan turunannya mencapai US$ 1,08 miliar, mengalami penurunan 22,19% dibandingkan bulan sebelumnya dan 27,11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Source: industri.kontan.co.id