Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya
Yogyakarta — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT KAI (Persero) resmi menguji coba penggunaan campuran bahan bakar solar dengan sawit 40 persen (B40) sebagai bahan bakar kereta api (KA) Senin (22/7) ini.
Pemakaian campuran bahan bakar minyak jenis minyak solar dengan biodiesel 40 persen atau B40 ini diujiterapkan pada KA Bogowonto relasi Stasiun Lempuyangan, Kota Yogyakarta – Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi menuturkan, uji kinerja terbatas ini dimaksudkan untuk menguji ketahanan mesin genset KA Bogowonto selama 1.200 jam.
“Hari ini merupakan kick off pertama kali kita memasukkannya ke (sektor) perkeretaapian untuk B40 ini,” kata Eniya di Stasiun Lempuyangan, Kota Yogyakarta.
Dengan perkiraan waktu satu kali pulang-pergi (PP) KA Bogowonto dari Lempuyangan-Pasar Senen 22 jam, maka diperkirakan perlu 50 kali PP atau sekitar dua bulanan untuk mencapai pengujian 1.200 jam.
Uji coba penerapan B40 ini, kata Eniya, akan dilaksanakan secara kontinyu hingga hasilnya didapat pada Desember 2024 mendatang.
“Mudah-mudahan kalau nanti uji coba selesai sudah bisa terus-menerus, karena B40 ini kita minta bisa dipercepat pemakaiannya,” imbuh Eniya.
Kata Eniya, pemerintah terus meningkatkan penetrasi penggunaan bahan bakar biodiesel berbasis kelapa sawit di berbagai jenis transportasi melalui program B40 ini. Setelah sukses dengan penggunaan B40 di sektor kendaraan roda empat tahun lalu, ujicoba selanjutnya pada 2024 ini menyasar dan alat mesin pertanian (alsintan) dan sektor perkeretapaian.
Kemudian, sektor pertambangan atau alat berat, lalu alat perkapalan dan pembangkit listrik yang rencananya kick off di Balikpapan, Kalimantan Timur dalam waktu dekat. Dari seluruh sektor ini diperkirakan membutuhkan 16 juta kiloliter B40.
“Kereta api perlu dua bulan, alsintan perlu berbagai titik dan berbagai jenis alat pertanian, lalu maritim, pertambangan sama alat berat kita kick off di Kalimantan, nah itu semua kita harapkan hasilnya Desember tahun ini,” ungkapnya.
Eniya menekankan uji coba bagaimanapun tetap memperhatikan durasi sesuai standar pada masing-masing sektor. Tapi, dia berharap akhir tahun nanti petunjuk teknis (juknis) sudah bisa keluar, sehingga pada 2025 B40 ini bisa diterapkan.
Implementasi B40 ini, lanjut Eniya, tidak hanya demi mendukung ketahanan energi, tapi juga berpotensi menekan emisi hingga 14,6 juta ton karbon dioksida (CO2) setahun dari sektor otomotif dan non otomotif.
Di lain sisi, penerapan program B40 ini diprediksi juga mampu menghemat devisa kisaran USD 9 miliar. Sementara, pemakaian B35 sejak tahun lalu diklaim menekan devisa sampai Rp122 triliun.
“Upaya biodiesel ini kan menstabilkan harga sawit, sama menurunkan defisit neraca perdagangan itu dan kita inginkan akselerasi dari pemakaian natural resources atau sumber pertanian kita. Kita harapkan bisa termaksimalkan, sehingga petani (sawit) juga terbantu,” pungkasnya.
Vice President of Logistics PT KAI, Suryawan Putra Hia memberikan dukungannya kepada pemerintah meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia dengan menyediakan genset dan lokomotif sebagai alat uji.
Suryawan menuturkan kebutuhan atau konsumsi bahan bakar kereta api yang mencapai 300 juta liter setahun juga seluruhnya sudah menggunakan B35 saat ini.
“Sejauh ini (penggunaan biodiesel untuk bahan bakar KA) no issue. Nanti mungkin yang B100 yang challenge banget dan kita optimis kalau B40 ini nggak akan berdampak signifikan pada mesin,” ujar Suryawan.
Sumber: Cnnindonesia.com