Tekun, ulet dan berprestasi itulah tiga kata yang tepat untuk menggambarkan seorang siswi yang memiliki nama lengkap Tio Saraswati Harefa ini. Siswa yang lahir pada 6 Desember 2005 di kabupaten Aceh Singkil, wilayah paling selatan Aceh dan berada di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara.
Siswi yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas ini telah berhasil lolos dan mendapatkan beasiswa di Politeknik Manufaktur Astra (Polman) di Jakarta.
“Puji syukur, saya tidak menyangka saya berhasil lolos di jurusan teknik produksi dan manufaktur Polman dan akan berangkat ke Jakarta bulan Agustus ini,” katanya dengan bangga dan antusias.
Siswa berusia 18 tahun tersebut mengakui, bahwa ia memang telah lama bermimpi untuk dapat melanjutkan jenjang pendidikan di perguruan tinggi milik Astra ini, dengan harapan ia dapat langsung mendapatkan pekerjaan setelahnya, agar dapat mengangkat derajat orang tua serta membantu kebutuhan keluarganya.
Anak pertama dari pasangan Jasa Iktiar Harefa dan Riama Berutu dikenal sebagai anak yang sangat rajin dan begitu semangat jika bicara tentang belajar. Ia menempuh mendidikan di Taman kanak-kanak TK Excellent Astra, lalu melanjutkan di SDN 3 Silabuhan (Sekarang menjadi SDN Pandan Sari) Afdeling Alfa, Kec. Gunung Meriah, SMP di SMPN 1 Gunung Meriah, dan terakhir di tingkat menengah atas di SMAN 1 Gunung Meriah.
Seluruh sekolah tersebut adalah sekolah milik serta binaan PT Perkebunan Lembah Bhakti (PLB), anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk (Astra Agro), perusahaan industri kelapa sawit tertua kedua di Aceh Singkil. Ya, Tio begitu anak ini disapa sehari-hari, memang telah hidup dan tumbuh besar di kebun kelapa sawit.
“Bapak saya sudah 20 tahun bekerja di PT PLB, sebagai driver, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga, dari Bapak bekerja di PLB inilah kami bisa bertahan sampai saat ini, sampai akhirnya saya bisa lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah” ungkap Tio.
Di lokasi yang sama, Jasa Iktiar Harefa, Bapak tio mengungkapkan rasa bangganya terhadap Tio, ia menyampaikan keberhasilan ini berkat kerja keras dan semangat Tio untuk membantu orang tuanya, membantu mencukupi keluarga besarnya.
“Tio itu luar biasa semangatnya, padahal saya sudah bilang langsung kerja saja lah, ngga usah kuliah, takut biayanya mahal, lagi pula, adiknya ada banyak, ada 3, dia juga yang selama ini membantu ibunya jaga adik-adiknya,” kata Jasa.
Sebagai orang tua yang berkewajiban menafkahi keluarganya, Jasa memang sering keluar kota, karena profesinya sebagai salah satu driver di PT PLB, dia juga jarang di rumah, sehingga ia mengaku proses anak sulungnya itu dapat berhasil lolos pun dengan waktu singkat, karena Tio benar-benar berusaha mencari info sendiri mulai dari pendaftaran, tes, hingga akhirnya dinyatakan lolos seleksi.
Di Balik Layar Perjuangan
Tio bercerita, awalnya ia pun hampir terlambat mendaftar karena keterbatasan jaringan dan informasi yang ia dapatkan, karena berada di pedalaman kebun. Seharusnya saat mendaftar di Polman ia tidak membayar apapun karena ada voucher bagi anak yang orang tuanya bekerja di Astra, tapi karena terlambat, akhirnya ia mendaftar jalur normal dengan membayar uang pendaftaran Rp. 300.000.
“Beberapa hari setelah berhasil daftar di jalur regular (yang berbayar) saya dihubungi oleh tim Polman. Katanya, mau tidak kalau jalurnya diubah menjadi jalur beasiswa atau kerjasama, khusus bagi orang tua yang bekerja di Astra, sontak saya langsung setuju,” jelas Tio.
Tak lama dari itu, Tio melanjutkan, mereka hubungi kembali dengan memberikan jadwal tes online seleksi. Saat itu Tio sempat bingung karena belum pernah menggunakan fasilitas online, namun segala keperluan saat itu ternyata didukung dan dibantu penuh oleh tim PT PLB.
“Wah, saat dikabarkan harus tes online atau apalah itu, anak saya mengeluh bingung, apa lagi saya luar biasa bingung, laptop saja kami ngga punya, akhirnya saya curhat lah ke teman-teman PLB, dan bersyukurnya, tim PLB luar biasa full support, bahkan sampai level administratur dan kepala tata usahanya turun tangan bantuin kami,” sambar Jasa saat anaknya menceritakan tentang bantuan PT PLB.
Tio yang sudah berkaca-kaca hampir meneteskan air mata, sangat terharu ketika melanjutkan ceritanya, apalagi saat ditanya apa motivasinya sampai begitu semangat mengejar pendidikan tinggi, hingga rela merantau jauh dari kedua orang tua dan ketiga adiknya.
“Tadinya saya juga sudah pesimis, saat ibu dan bapak bilang kalau gagal dapat beasiswa di Polman, ibu dan bapak ga sanggup kalau harus menguliahkan saya dengan biaya yang besar, saya bilang dalam hati, kalau gitu saya harus kerja apapun untuk bantu ibu, bapak dan adik-adik,” ungkap Tio.
Anak yang memiliki hobi membaca, melukis dan berolahraga ini dikenal sebagai siswa yang cukup berprestasi dalam akademik, ia sempat meraih beberapa prestasi, pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas mengikuti olimpiade IPA tingkat gugus dan menjuarai peringkat pertama, dan terakhir terpilih mengikuti KSN (Kompetisi Sains Nasional) bidang fisika.
“Kalau ngga dibantu tim Bapak di PT PLB, mungkin saya ga akan bisa lolos, saat saya diumumkan melalui email, orang yang saya kasih tahu pertama saja mereka, salah satunya Pak Catur tim PLB yang intens bantu saya dari awal tes, ngajarin pakai zoom, pinjemin laptop,” jelasnya.
Catur Wibowo, Assistant Corporate Sosial Responsibility (CSR) di kesempatan yang sama mengatakan, ia memang telah menaruh perhatian kepada anak dari Jasa Iktiar Harefa, driver yang sudah dikenal dekat oleh seluruh karyawan PT PLB, ia mengungkapkan rasa haru sekaligus bangga dengan tekat dan semangatnya untuk membantu mengangkat derajat orang tuanya dengan menjadi siswa yang terpelajar dan berprestasi.
“Saya tau sekali bagaimana kehidupan keluarga Pak Jasa ini, dan saya tau juga bagaimana beratnya menjadi seorang Tio, yang sebagai anak pertama dan perempuan tentunya diharapkan menjadi tulang punggung untuk membantu kedua orang tua dan panutan untuk ketiga adiknya, terlepas dari ia adalah anak dari sahabat saya, sosial dan hati nurani saya yang tergerak untuk juga bertekat membantu Tio hingga sukses” ungkap Catur.
Meski sebagai orang tua tentunya tidak ingin membebankan setiap anaknya, Jasa Iktiar Harefa dan Riama Berutu pun demikian kepada Tio. Mereka hanya mendukung dengan sepenuh hati apapun pilihan yang diambil oleh anak-anaknya.
“Dengan tulus dan ikhlas, saya sebagai ibu siap melepas anak perempuan pertama saya untuk merantau jauh di kota sana, saya yang sehari-hari melihat perjuangannya, giat belajar sambil tetap harus membantu saya, dan menjaga adik-adiknya,” ungkap Riama yang tak terasa meneteskan air mata.
Sambil mengalihkan tangis harunya, Riama sedikit bergurau bercerita bahwa saking rajinnya Tio, suatu ketika hujan lebat dan banjir, kedua orang tuanya meminta ia untuk tidak masuk sekolah, namun Tio malah menangis dan merajuk karena ia tidak mau seharipun tertinggal pelajaran karena harus “bolos” sekolah.*