Penafian
Artikel ini mungkin berisi materi berhak cipta, yang penggunaannya mungkin tidak diizinkan oleh pemilik hak cipta. Materi ini disediakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan. Materi yang terdapat dalam situs web Astra Agro didistribusikan tanpa mencari keuntungan. Jika Anda tertarik untuk menggunakan materi yang memiliki hak cipta dari materi ini dengan alasan apapun yang melampaui ‘penggunaan wajar’, Anda harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari sumber aslinya
Harno tersenyum bangga. Ia memamerkan rekaman video berisi hamparan hijau pohon-pohon cabe yang subur dan berbuah besar-besar. Di atas lahan seluas setengah hektar dekat perkebunan sawit itu, ia bersama kelompok Sanjaya Tani memang membudidayakan cabe. Lahan dan kelompok taninya berada di Desa Banjar Panjang, Kerumutan, Pelalawan, Provinsi Riau.
“Ini tanaman organik, seratus persen tidak menggunakan pestisida,” katanya. Harno juga optimistis hasil panennya akan memuaskan. Tahun 2019 ia pernah mendulang panen cabe dengan nilai Rp 1.5 miliar. Kali ini pun ia berharap sukses besar agar menjadi rejeki yang berkah bagi 10 anggota kelompok Sanjaya Tani.
Keyakinan itu bukan tanpa dasar. Kendati profesi Harno sehari-hari sebagai pimpinan layanan di bidang kesehatan, boleh dibilang jiwa bertani sudah mendarah daging. Sebab, orang tuanya adalah petani. Harno juga merasa senang dengan pertanian.
Lebih dari itu, menurutnya, potensi alam Indonesia sangat besar. Tanah yang subur dan cuaca yang mendukung sangat cocok bagi agribisnis.
“Saya mau mengajarkan dan menyemangati masyarakat, bahwa bertani itu juga bisa membuat hidup sukses,” kata pria yang menjabat sebagai Kepala sebuah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ini. Dengan dasar itu, ia berharap pertanian yang dilakukan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan.
Pasar produk-produk agribisnis pun luas. Karena itu, ia tak kuatir hasil panennya sia-sia. Apalagi, mekanisme penanaman secara organik, membuat buah cabe yang ia panen jauh lebih sehat.
Awal Desember lalu Harno dan kelompok taninya mengurus uji laboratorium kandungan pestisida. Dokumen-dokumen dan kebutuhan pengujian sudah diserahkan ke laboratorium pengujian di kantor dinas pangan, tanaman pangan dan hortikultura, Provinsi Riau.
Harno yakin tanaman cabe hasil budidaya kelompoknya lolos uji lab. Sebab, dalam keseluruhan proses ia dan kelompoknya sama sekali tidak menggunakan bahan kimia. Semua organik. Bibit yang dulu ia tanam pun bagus. “Bibit dari PT Sari Lembah Subur (SLS),” katanya.
Letak Kelompok Sanjaya Tani memang berdekatan dengan PT SLS, perusahaan perkebunan kelapa sawit anak usaha Grup Astra Agro Lestari di Pelalawan, Riau. Kedekatan geografis, cita-cita dan impian bersama itu juga yang mendorong PT SLS menjadikan Sanjaya Tani sebagai kelompok tani binaan perusahaan.
Program pembinaan terhadap Kelompok Sanjaya Tani dijalankan perusahaan melalui kegiatan-kegiatan corporate social responsibility (CSR). Selain bibit, PT SLS pernah memberi bantuan berupa tandon air dan sprayer. PT SLS juga berharap kelompok Sanjaya Tani yang berdiri sejak 2020 terus berkembang dan meningkatkan kesejahteraan anggota maupun masyarakat.
Lebih dari sekadar meringankan, menurut Harno, dukungan PT SLS menjadi bukti pentingnya pola kerja sama antara perusahaan dan masyarakat. Masyarakat akan sangat terbantu dan bisa semakin maju.
Sumber: Riau Terkini