Harga kesuksesan adalah kerja keras, dedikasi pada pekerjaan yang diemban, dan tekat yang kuat menjadi kunci dari pencapaian kesuksesan tersebut. Apalagi jika pekerjaan dilakukan dengan ikhlas dan niat membantu. Keberhasilan tentunya hadir di depan mata.
Seperti perjalanan Syaqban, perantau asal Medan yang menjadi pengajar teladan di perusahaan perkebunan kelapa sawit, di Aceh Singkil.
Untuk bisa bertahan di tanah rantau, kadang memang perlu mengorbankan banyak hal, apalagi merantau di sebuah perkampungan yang pada masa itu belum berkembang.
Hidup dengan keterbatasan ekonomi orangtua bukan menjadi keluhan. Ia berani untuk merantau jauh dari orangtua. Baginya untuk menjadi seseorang yang unggul, ia harus mampu keluar dari zona nyaman.
“Bermodalkan tekat, ilmu, dan akhlak, 13 tahun yang lalu pertama kalinya saya datang ke Aceh Singkil ini, niatnya yang penting cari rezeki yang halal, meski saat itu saya tidak tau mau tinggal dan bekerja dimana, saudara juga tidak ada,” kata Syaqban.
Singkil berada di jalur barat Sumatera yang menghubungkan Banda Aceh – Medan dan Sibolga, namun demikian jalurnya lebih bergunung-gunung dan jalan laluan pada saat itu masih sangat minim pembangunan.
Berbekal ijazah di bidang pendidikan dan membawa title SP.d di belakang namanya, Syaqban tidak perlu waktu lama untuk mendapatkan pekerjaan, ia diterima di perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menjadi salah satu mata pencaharian bagi masyarakat di Aceh Singkil.
Namun pada awalnya yang membuat Syaqban mampu bertahan di tanah rantau dengan fasilitas lengkap yang mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papannya bukanlah profesi dari background ijazah sarjananya.
“Pertama kali saya bekerja dulu hanya ada lowongan sebagai buruh harian lepas masa itu di perusahaan sawit milik Astra Group, PT PLB. Ah saya kan niatnya mencari rejeki, jadi apapun pekerjaan yang didapatkan saat itu, asal halal saya nggak pilih-pilih, saya malah sangat bersyukur,” ujar Syaqban mengenang dengan antusias.
PT PLB (Perkebunan Lembah Bhakti) adalah perusahaan kelapa sawit anak usaha dari PT Astra Agro Lestari Tbk (Astra Agro) yang beroperasi di Aceh Singkil. Syaqban seorang Batak perantau yang lahir di desa Napa Horsuk, Sumatera Utara menceritakan kehidupan masa lampaunya yang penuh tantangan. Meski sebetulnya ia berharap sekali dapat bekerja sesuai dengan minat dan bakatnya yaitu di bidang pendidikan.
Syaqban yang saat itu bekerja sebagai buruh harian lepas tetap memberikan semangat dan kegigihannya dalam bekerja, dan itu membuatnya mendapatkan perhatian dari perusahaan. Ia dipindahkan ke bagian lain yang lebih baik, namun saat itu juga masih belum sesuai dengan harapannya.
“Kurang lebih satu tahun lah, saya jadi buruh harian lepas kemudian alhamdulillah saya dipindah ke lapangan pembantu supervisi mandor, ya meski tidak punya ilmu tentang perkebunan saat itu, tapi saya yakin saja sama Allah kalau ini memang jalan untuk saya,” katanya.
Inisiatif yang Berbuah Manis
Jiwa muda Syaqban saat itu tengah bergelora, ada kalanya saat ia menjadi pembantu mandor merasa banyak waktu luang, sehingga ia mencari cara agar dapat lebih produktif lagi. Karena kembali lagi basicnya adalah pendidikan, dan khususnya adalah pendidikan agama islam, apalagi ia berada di wilayah bagian barat dari Kota Serambi Mekah (Aceh) ia mencari peluang dan berinisiatif untuk membantu salah satu sekolah binaan PT PLB.
“Iseng awalnya, mikir gimana waktu luang saya ini bermanfaat ya, sering lewat dan sesekali mampir ke sekolahan, eh denger ternyata lagi kekurangan guru agama waktu itu, nekat aja saya ngadep ke kepseknya ngajuin diri buat bantu-bantu aja,” ungkap Syaqban.
Beruntungnya, lanjut Syaqban. Ia diterima baik oleh pihak sekolah, ia diperbolehkan mengisi kekosongan guru agama di sekolah saat itu, pihak sekolah tentunya melihat dari background keilmuan dan niat baik Syaqban. Namun, karena saat itu belum ada pembukaan lowongan untuk guru baru, Syaqban membantu mengajar tanpa dibayar dan belum diangkat sebagai guru tetap.
“Niat saya lillahitaala untuk membantu dan berbagi ilmu, hari dan jam ke sekolahnya juga saya sesuaikan dengan waktu selesai saya kerja di kebun. Dan lagi-lagi Allah kasih balasan dari niat saya, nggak lama bantu-bantu disekolah, managemen PLB lihat, dan saya diminta jadi pembina di masjid afdeling di PT PLB, jadi ustadznya lah gitu,” jelasnya.
Singkat cerita, Ustadz Syaqban, begitu ia kerap disapa oleh tim kebun PT PLB, menceritakan bagaimana akhirnya kegigihannya membuahkan hasil, tanpa ia sangka, produktifitasnya membantu sekolah dan menjadi pembina masjid dinilai baik oleh PT PLB, ia diangkat menjadi karyawan tetap sebagai guru pendidikan agama islam di SDN Telaga Bhakti, sekolah Binaan yang berada di HGU perusahaan.
“Itu di tahun 2015 saya diangkat jadi guru tetap. Luar biasanya lagi, masyarakat dan perusahaan tetap minta saya jadi pembina masjid karena sudah dekat dengan paguyuban untuk kegiatan kerohanian islami,” tambahnya.
Syaqban yang dulunya bertugas sebagai pekerja lapangan, kini begitu padat kegiatannya sebagai seorang tanpa tanda jasa, apalagi bidangnya adalah ilmu agama, istimewanya ia berada di masyarakat Aceh yang sangat ketat akan syariat islam.
Didik Tahfiz Quran Hingga Pemenang Masjid Terbaik
Guru pendidikan agama Islam diharapkan mampu membentuk peserta didik agar siap menghadapi zamannya. Sejatinya Pendidikan Agama Islam bukanlah sekedar proses penamaan nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatig globalisasi ataupun modernisasi. Namun hal yang paling utama adalah bagaimana afektifitas atau nilai- nilai moral yang telah ditanamkan.
Adaptif dan inspiratif adalah moto hidup yang diterapkan oleh Syaqban sebagai seorang guru dan ustadz yang ia jalani saat ini. Utamakan ilmu dan akhlak adalah pesan yang selalu ia sampaikan kepada siswa-siswinya. Tiga belas tahun berprofesi sebagai guru, ia telah berhasil mengantarkan 6 siswa/siswinya yang tahfidz Qur’an 30 juz di usia dini yang saat ini melanjutnya di pendidikan pesantren.
Tak hanya itu, keaktifan dan produktifitas Syaqban tak kenal usia, meski di usianya yang tak belia seperti awal meniti karir, Ia yang kini telah berumah tangga dan memiliki 1 orang anak tetap menjadi pribadi yang tekun dan gigih.
Catur Wibowo, Assistant Corporate Social Responsibility (CSR) PT PLB menjadi saksi kegigihannya. Menurut Catur, Ustadz Syaqban ini salah satu panutan bagi warga PLB. Berkat sikapnya yang rendah hati, suka berbagi, dan ilmu yang tinggi tentunya, mengantarkan kesuksesasnnya yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya tapi juga bagi orang-orang disekitarnya.
“Karena begitu aktifnya, ada saja ide-ide yang diinisiasi oleh Ustadz dan Pak Guru ini, yang syukurnya idenya ini berbuah prestasi yang membanggakan,” ungkap Catur.
Berkat mushala yang dibinanya, lanjut Catur. Beserta dengan program-program gagasannya, PT PLB ini menjadi juara bertahan 3 tahun berturut-turut dalam ajang penganugerahan Amaliah Astra Awards dengan meraih Peringkat 3 besar Kategori Musala Area Cabang.
“Semua programnya dibalut keilmuan islaminya, namun praktiknya diutamakan untuk sosial, sehingga masyarakat paguyuban ataupun siswa yang non-muslim dapat tetap ikut serta dalam berbagai programnya, misalnya sedekah,” jelasnya.
Saat ini siswa-siswa yang dididik oleh Syaqban telah mencapai ratusan orang, mulai kelas 1 hingga kelas 6 SD, yang mayoritas hampir 90% adalah anak karyawan PT PLB. Syaqban sangat menikmati profesinya dengan bangga dan bahagia.
Ia sangat bersyukur dan berterima kasih kepada PT PLB, tempat pertama kalinya ia mencari nafkah, menggali pengalaman, dan membagikan ilmu.
PT PLB dengan kebijakan keberlanjutan melalui program CSR membagi ke dalam 4 pilar, yang salah satunya adalah pilar pendidikan. SDN Telaga Bhakti yang merupakan satu-satunya sekolah negeri yang berada di konsesi perusahaan, menjadi salah satu bukti kontribusi PT PLB.
Menurut Syaqban, secara rutin PT PLB membantu fasilitas dan keperluan sekolah, seperti bantuan sarana dan prasarana sekolah, pengembangan kompetensi guru, hingga beasiswa siswa berprestasi.
Dari pengalaman saya awal masuk hingga saat ini menjadi seorang pendidik juga merupakan komitmen perusahaan dalam pengembangan dan pemberdayaan SDM. Serta memberikan kesempatan bagi karyawan untuk bekerja sesuai dengan passionnya.
“Bagi saya PT PLB sudah lebih dari rumah kedua saya, begitu banyak pengalaman dan kontribusi PLB di hidup saya, selain sebagai tempat mencari nafkah, disini juga tempat saya mencari jodoh, hehehe,” ungkap Syaqban sambil berguyon kecil.
Selama perjalanannya merantau di Aceh Singkil, takdir mempertemukannya dengan jodohnya. Istrinya juga bekerja di PT PLB sebagai krani pabrik. Mereka dikarunia seorang anak yang saat ini berusia 3,5 tahun.