Bisnis Indonesia | Jumat, 1 Maret 2019
Sebelumnya, perlawanan terhadap kampanye negatif UE dilakukan secara bilateral oleh masing-masing negara. Namun, sebut Darmin, mulai saat ini perlawanan terhadap kampanye negatif CPO akan melibatkan konsultasi di tingkat bilateral, Asean, dan forum lainnya.
“Pembahasan utama kita di CPOPC ini bukan hanya untuk harga saja. Namun, lebih menunjukkan ke dunia, ada yang salah dari kebijakan Uni Eropa yang mendiskriminasi produk CPO. Urusan dampaknya pada pulihnya harga CPO, akan menyusul nanti di belakang,” ujarnya, Kamis (28/2).
Saat ini, harga CPO terus berada dalam tren penurunan. Berdasarkan data Bloomberg, dalam 5 tahun terakhir, harga CPO menyentuh level tertinggi 2.785 ringgit per ton pada 2017 dan turun 23,84% menjadi 2.121 ringgit per ton pada Kamis (28/2).
Dalam 6th Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Ministerial Meeting pada Kamis (28/2), Malaysia dan Indonesia sepakat segera menemui otoritas Uni Eropa (UE) untuk menyuarakan perlawanan terhadap kampanye negatif minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Menteri Koordinator Bidang Pereko-nomian Darmin Nasution mengatakan, pertemuan itu akan diikuti oleh Kolombia yang sedang dalam proses menjadi anggota penuh CPOPC. Selain Kolombia, Thailand dan Pantai Gading akan menvusul menjadi negara MEREDUP Keberadaan CPO saat ini dinilai penting sebagai salah satu komoditas andalan dalam memacu ekspor nonmigas nasional.
Serangkaian kampanye negatif dari Eropa menjadi tantangan bagi ekspor CPO, selain ketidakpastian permintaan global dan koreksi harga. Kondisi tersebut juga mengakibatkan penurunan kinerja Bisnis, JAKARTA Keputusan bersama anggota Council of Palm Oil Producing Countries untuk melawan kampanye negatif dari Uni Eropa diyakini akan membawa angin segar bagi perbaikan harga crude palm oil dalam jangka panjang.
Yustinus Andri, Dika Irawan, & Puput Ady Sukarno redaksi@bisnis.comDirektur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menilai, kampanye negatif UE turut memberikan pengaruh terhadap koreksi harga CPO dalam 5 tahun terakhir. “Upaya para produsen untuk melawan akan berdampak positif dalam jangka panjang bagi harga CPO,” katanya.
Darmin menambahkan, CPOPC sepakat menentang rancangan peraturan Komisi Eropa, yaitu Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2019 of the EU Renewable Energy Directive II (RED II). CPOPC, lanjutnya, memandang rancangan peraturan ini sebagai kompromi politis di internal UE yang bertujuan untuk mengisolir dan mengecualikan CPO dari minyak nabati untuk campuran biofuel Kebijakan itu dituding menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk minyak rapa (rapeseed) yang diproduksi oleh UE.
“Selain itu, UE juga menggunakan konsep Indirect Land Use Change (ILUC) untuk mengecualikan CPO sebagai produk yang ramah lingkungan. Padahal ILUC dipertanyakan standar ilimiahnya, karena hanya fokus pada CPO yang dituding sebagai dalang deforestasi”
Saat ini, lanjut Darmin, CPOPC sedang mewaspadai langkah UE yang mendiskriminasi CPO melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Menurutnya, pendekatan UE untuk mendiskriminasi CPO dituangkan dalam rancangan resolusi mengenai Deforestation and Agricultural Commodity Supply Chains, yang diusulkan oleh UE melalui United Nations Environment Assembly.
GANDENG PBB CPOPC akan mendekati PBB dengan mengusung kampanye positif tentang CPO sekaligus menggandeng organisasi di bawah PBB seperti United Nations Environment Programme (UNEP) dan Food and Agricultural Organization (FAO). Menurut Darmin, CPOPC siap menga-dukan UE ke World Trade Organization (WTO).
Kendati demikian, pengaduan itu baru dapat dilakukan apabila UE secara resmi memberlakukan skema RED H, yang terbukti mendiskriminasi CPO. “Kalau diskriminasinya melalui RED II, akan lebih mudah jika dibawa ke WTO.
Karena di WTO aturannya jelas, tidak boleh ada diskriminasi. Namun, kalau dibawa menjadi mandatori internasional PBB, akan lebih sulit bagi kita. Karena langkah itu politis sekali, pendekatannya juga harus politis,” katanya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, pemya-taan bersama CPOPC akan berdampak positif terhadap minyak kelapa sawit. Kampanye positif itu, lanjutnya, akan membuat negara lain, selain UE, meyakini bahwa CPO bukan produk minyak nabati yang hams dihindari.
“Tujuan utama dari deklarasi CPOPC ini adalah memperbaiki citra CPO di mata dunia. Tentunya harapannya da pat meluluhkan UE, sehingga dampak akhirnya ke harga produk itu sendiri, karena permintaan pulih.” Sementara itu, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia Derom Bangun mengatakan, kesepakatan CPOPC akan memunculkan optimisme di kalangan industri, termasuk konsumen CPO. Pasalnya, negara anggota CPOPC telah membuktikan adanya diskriminasi yang tidak berdasar oleh UE terhadap CPO. “Dalam jangka panjang hal itu dapat menaikkan harga, tetapi untuk saat ini tidak langsung berpengaruh,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Kanya Lakhsmi Sidarta mengatakan, pada tahun ini, dua negara anggota CPOPC jauh lebih kompak dalam memberikan perlawanan kepada UE. “Harapannya dengan adanya langkah yang lebih,maju dari CPOPC ini akan membuat harga CPO menjadi membaik kembali nantinya.”