PONTIANAK – Gabungan Produsen Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendorong pemerintah untuk bisa lebih meningkatkan kinerja ekspor sawit ke India, Pakistan dan Bangladesh. Hal ini perlu dilakukan terkait adanya keputusan Uni Eropa yang menyatakan budi daya kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan.
Direktur Eksekutif GAPKI Dr Mukti Sardjono mengatakan, untuk pasar India sebenarnya tahun 2017 mampu mengekspor 7,6 ton, namun tahun 2018 hanya 6,7 ton. “Kalau bisa kita kembalikan seperti tahun 2017 tentunya ada peningatan 1 juta ton. Kemudian Pakistan dan Bangladesh yang merupakan negara yang konsumsi minyaknya tinggi. Potensinya untuk bisa kita lebih tingkatkan. Selanjutnya China sekarang sudah mulai menerapkan bio diesel, ini juga potensi untuk ditingkatkan,” kata Mukti Sardjono di Hotel Ibis Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (20/3/2019).
Mantan staf ahli Menteri Pertanian ini juga menegaskan, pemerintah juga harus bisa mencari pasar pasar baru non tradisional yang potensial seperti Timur Tengah dan Afrika.
“Namun Afrika perlu perlakuan khusus karena umumnya belum mempunyai infrastruktur kaki timbun yang besar sehingga mereka memerlukannya dalam bentuk kemasan. berarti perlu ada kebijakan tarif ekspor sawit untuk pasar tersebut. Yang jelas potensi peningkatan untuk 2019 masih ok,” ungkap Mukti Sardjono.
Sementara terkait pelarangan Uni Eropa tersebut, GAPKI juga sudah melakukan lobi-lobi dan pemerintah pun sudah melakukan pembahasan terkait masalah ini.
“Sebelum keputusan ini keluar pemerintah sendiri sudah mempunyai posisi untuk diajukan ke World Trade Organization (WTO). Dimana pemerintah dan juga Malaysia sudah sepakat untuk mengajukan keberatan kepada WTO,” timpal Mukti.
Posisi GAPKI sendiri, kata dia, Pertama prihatin akan adanya keputusan ini apalagi kalau bicara mengenai kelapa sawit ini sebagai salah satu sumber untuk penanganan kemiskinan.
“Kalau ini dilarang berarti mereka tidak memperhatikan rakyat, kurang memperhatikan apa yang dihadapi. Sawit selama ini sebagai sumber pengurangan kemiskinan, pertumbuhan wilayah dan disamping sebagai sumber devisa yang besar. GAPKI tentunya akan mendukung keputusan pemerintah yang sudah diambil,” paparnya.
Menurut Mukti, sekarang juga sudah dicoba penggunaan CPO langsung untuk bahan bakar pengganti pembangkit PLN. “Kalau ini terjadi sangat bagus karena pembangkit PLN terletak di remote-remote area. Jika ini diterapkan akan semakin bagus untuk menambah serapan CPO dalam negeri lebih,” tuturnya.
Mukti juga menegaskan, kemungkinan adanya peningkatkan kinerja sawit terutama untuk bio energi yang tidak hanya bio diesel tapi juga bio bensin dan bio avtur.
Sementara Sekjen Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Dr Bambang Aria Wisena mengatakan, pemerintah harus melawan langkah diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap pelarangan komoditas sawit nasional.
DMSI, kata dia, juga akan mendukung langkah pemerintah untuk menyampaikan keberatan ke WTO terkait keputusan Uni Eropa yang menyatakan budi daya kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan.