BANDUNG, KOMPAS – Penggunaan 30 persen biodiesel dalam setiap liter solar atau mandatori B30 siap diterapkan pada 1 Januari 2020. Penerapan kebijakan ini diproyeksikan menghemat devisa hingga 4,83 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 69,5 triliun.
“Penghematan itu bersumber dari pengurangan impor solar sebanyak 9,6 juta kiloliter per tahun,” ujar Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna, dalam sosialisasi uji jalan B30 di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/8/2019).
Meningkatnya campuran biodiesel atau bahan bakar nabati membuat solar yang digunakan berkurang. Hal ini berdampak pada penyerapan minyak sawit dalam negeri hingga 9 juta ton per tahun untuk bahan baku biodiesel tersebut.
Mandatori B30 merupakan program lanjutan dari B20 yang diterapkan sejak September 2018. Menurut Andriah, penggunaan B20 menghemat pemakaian 6,19 juta kiloliter solar impor senilai 3,12 dolar AS atau sekitar Rp 44,9 triliun.
Uji coba mandatori B30 dilakukan sejak Juni 2019 terhadap 11 kendaraan. Delapan kendaraan merupakan mobil penumpang berbobot di bawah 3,5 ton, sedangkan tiga kendaraan lainnya adalah truk dengan bobot di atas 3,5 ton.
Uji coba itu ditargetkan menempuh jarak 50.000 kilometer (km) untuk mobil penumpang dan 40.000 km untuk truk. Hingga akhir Agustus 2019, jarak yang sudah ditempuh kendaraan bervariasi, dari 25.000 km hingga di atas 30.000 km.
Mobil penumpang dengan empat pabrikan berbeda menempuh rute Lembang-Kuningan-Tegal-Subang-Lembang sejauh 560 km per hari. Sementara truk melintasi rute Lembang-Karawang-Subang-Lembang sejauh 268 km per hari.
“Secara umum, tahapan uji coba sudah selesai 70 persen. Laporan rekomendasi akan diserahkan ke Menteri ESDM pada minggu kedua atau ketiga September,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana.
Dalam uji coba itu, empat mobil menggunakan bahan bakar B30 dan empat mobil lainnya memakai B20. Tujuannya untuk membandingkan kinerja kedua bahan bakar tersebut terhadap beberapa aspek, di antaranya tenaga mesin, pembakaran, dan efisiensi bahan bakar.
“Uji coba memang belum selesai. Namun, kesimpulan awal menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan B30 dan B20,” ujarnya.
Jika dirata-ratakan, terjadi penghematan bahan bakar sekitar satu persen.
Dadan mencontohkan, dalam aspek emisi, kadar hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO) relatif tetap. Sementara, efisiensi bahan bakar satu pabrikan lebih boros, satu pabrikan tetap, dan dua pabrikan lebih irit.
“Hasil uji coba pada setiap pabrikan berbeda. Namun, jika dirata-ratakan, terjadi penghematan bahan bakar sekitar satu persen,” ujarnya.
Dadan mengatakan, pihaknya juga menguji ketahanan B30 terhadap udara dingin. Sebab, minyak kelapa sawit dikhawatirkan membeku pada suhu rendah.
Oleh sebab itu, uji coba dimulai dari kawasan pegunungan Lembang, Bandung Barat. Suhu udara di sana dapat menembus 15 derajat celcius pada malam dan dini hari. Hasilnya, bahan bakar B30 tidak membeku di suhu dingin.
Dadan mengatakan, sebelum diterapkan pada 1 Januari tahun depan, B30 harus sudah disalurkan ke stasiun pengisian bahan bakar umum. Oleh sebab itu, hal-hal teknis, seperti lokasi pencampuran biodiesel, lembaga penyaluran, hingga distributor, akan ditetapkan pada 1 Oktober mendatang.
Source: Kompas