PT Astra Agro Lestri Tbk (AALI) diproyeksikan masih menghadapi tekanan dari sisi harga jual komoditas dan volume produksi. Tekanan tersebut bakal memicu kinerja keuangan perseroan jauh di bahwa ekspektasi semula untuk tahun ini. Tekanan tersebut juga sudah terlihat dalam realsiasi kinerja keuangan perseroan hingga September 2019.
Hingga September 2019, perseroan membukukan penurunan pendapatan sebesar 10% dari Rp 13,76 triliun menjadi Rp 12,38 triliun. Sedangkan laba bersih anjlok 90,1% dari Rp 1,12 triliun menjadi Rp 111,2 miliar. Anjloknya laba bersih sejalan dengan penurunan dalam margin keuntungan bersih dari 8% menjadi 1%. Laba tersebut juga dipengaruhi atas rendahnya harga jual komoditas perseroan selama sembilan bulan tahun 2019.
Perolehan laba bersih tersebut jauh di bawah perkiraan Danareksa Sekuritas dan konsensus analsi. Berdasarkan perkiraan Danareksa Sekuritas bahwa perolehan laba bersih tersebut hanya merefleksikan 48,6% dari total target laba bersih tahun ini sebelum revisi. Sedangkan berdasarkan perkiraan konsensus analis bahwa realisasi tersebut hanya merefleksikan 19,7% dari total target konsensus tahun ini.
“Rendahnya realisasi kinerja keuangan Astra Agro hingga September 2019 mendorong kami untuk memangkas target kinerja keuangan hingga akhir tahun 2019 dan 2020. Penyesuaian estimasi kinerja juga didasarkan atas pemangkasan target produksi dan harga jual komoditas perseroan sepanjang tahun ini,” tulis analis Danareksa Sekuritas Andreas Kenny dalam riset yang diterbitkan di Jakarta, belum lama ini.
Danareksa Sekuritas memangkas turun target raihan laba bersih Astra Agro menjadi Rp 156 miliar tahun ini, dibandingkan perkiraan semula senilai Rp 440 miliar. Sedangkan perkiraan pendapatan direvisi turun sebesar 5,1% dari Rp 18,62 triliun menjadi Rp 17,67 triliun.
Revisi turun juga diberikan untuk target laba bersih Astra Agro tahun 2020 dari Rp 1,20 triliun menjadi Rp 887 miliar. Adapun proyeksi pendapatan direvisi turun dari Rp 21,06 triliun menjadi Rp 20,15 triliun. Tahun 2018, perseroan meraih pendapatan dan laba bersih masing-masing Rp 19,08 triliun dan Rp 1,43 triliun.
Pemangkasan target kinerja keuangan juga dipengaruhi atas ekspektasi penurunan volume produksi tandan buah segar (TBS) sawit dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPG) perseroan tahun 2019 dan 2020. Danareksa Sekuritas menurunkan perkiraan produksi TBS dari 9,08 juta ton menjadi 8,60 juta ton. Begitu juga dengan produksi TBS tahun 2020 direvisi turun dari 9,31 juta ton menjadi 8,78 juta ton.
Danareksa Sekuritas juga memangkas perkiraan produksi CPO pers si m A4 eroan tahun ini dari 1,84 juta ton menjadi 1,74 juta ton. Sedangkan perkiraan produksi CPO tahun 2020 direvisi turun dari 1,88 juta ton menjadi 1,77 juta ton. Begitu juga dengan perkiraan harga jual CPO perseroan tahun ini direvisi turun dari Rp 6.611 per kilo gram menjadi Rp 6.395 per kilo gram.
Meskipun Danareksa Sekuritas memangkas target kineija keuangan Astra Agro tahun 2019 dan 2020. Pihaknya meyakini bahwa saham AALI masih layak untuk dibeli dengan target harga Rp 13.000. Target harga tersebut didasarkan pada enterprise value/hecktare (EV/ha) senilai US$ 9.702 per ha. “Oleh karena itu, pemangkasan target kinerja keuangan tidak berdampak signifikan terhadap perkiraan harga saham AALI ke depan,” terang Andreas.
Target harga tersebut juga didasarkan bahwa harga saham AALI di pasar sudah tergolong murah. Harga yang terbentuk saat ini merefleksikan sekitar US$ 9.184 per ha atau di bawah rata-rata EV/ha perkebunan perseroan dalam tiga tahun terakhir mencapai US$ 9.702 per ha. Target harga tersebut juga memperkirakan kenaikan kineija keuangan perseroan tahun depan.
Penurunan Produksi
Mirae Asset Sekuritas Indonesia menyoroti ekspektasi penurunan volume produksi CPO tahun depan. Menurut dia, musim kering yang berkepanjangan, pemangkasan penggunaan pupuk oleh petani kebun sawit domestik, dan kebakaran hutan yang melanda kawasan perkebunan akan memicu penurunan volume produksi tahun depan.
“Penurunan produksi akan memicu pengetatan suplai CPO global tahun depan. Hal ini juga didasarkan atas perkiraan sejumlah ahli yang menyebutkan bahwa produksi CPO akan cenderung turun, dibandingkan permintaan yang justru naik sejalan dengan penerapan biodiesel,” tulis analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Emma A Fauni dan Hariyanto Wijaya dalam riset yang diterbitkan di Jakarta, belum lama ini.
Saat ini, pemerintah sedang melaksanakan uji jalan B30 dengan menggunakan sejumlah kendaraan. Hal ini dilakukan sebelum menerapkan aturan tersebut mulai tahun 2020.
Mirae Asset Sekuritas memperkirakan bahwa ekspektasi kenaikan rata-rata harga jual CPO diharapkan memulihkan kineija keuangan emiten perkebunan kelapa sawit tahun depan.
“Melihat harga saham emiten CPO saat ini, kami memperkirakan bahwa harga tersebut belum mempertimbangkan faktor pulihnya laba bersih emiten perkebunan kelapa sawit tahun depan,” terangnya.
Source : Kompas