Mendung berganti cerah, kering menjadi bermekaran. Begitulah kondisi harga minyak kelapa sawit mentah pada tahun ini. Sempat layu di awal, tetapi menghijau di akhir. Mengutip Bloomberg, hanya 5 bulan lalu, harga acuan sawit berjangka di Malaysia merana di level terendah selama 4 tahun. Pasalnya, investor kecewa terhadap tinginya stok, dan permintaan lemah dari pembeli utama India dan China.
Ditambah, Uni Eropa membatasi produk pertanian ini karena terkait dengan kerusakan lingkungan. Kemudian pada Oktober, terjadi percekcokan dagang antara Malaysia dengan India. Situasi mengenaskan itu seketika berubah dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) di Bali, 30 Oktober-1 November lalu, saat para analis memperingatkan bahwa cuaca panas dan kabut asap akan merusak produksi komoditas unggulan Indonesia itu.
Gayung bersambut, Indonesia juga berfokus pada implementasi program ambisius dan mandatori biodiesel, yang membuatnya menjadi pengguna sekaligus penyuplai terbesar sawit dunia. Beragam sentimen positif itu mendorong harga sawit tumbuh 50%, dari level terendahnya pada Juli 1.937 ringgit per ton ke level 2.900 (US$700] ringgit per ton. Level tersebut menempatkan harga di jalur kenaikan 35% pada tahun ini, performa terbaik dalam hampir satu dekade. Dewi fortuna pun menghampiri para penanam sawit.
Mayoritas pemain melihat harga minyak yang banyak digemakan dalam berbagai produk ini bertahan di level tinggi pada 2020. Menurut median dari 25 estimasi dalam survei Bloomberg terhadap para analis, pedagang, dan eksekutif perkebunan, harga acuan CPO kemungkinan singgah di level rata-rata 2.600 ringgit per ton, tertinggi dalam 3 tahun, dibandingkan dengan ratar-rata 2.240 ringgit pada tahun ini.
Anilkumar Bagani, Kepala Riset di Sunvin Grup, pialang dan konsultan berbasis di Mumbai, India, mengatakan, produksi sawit yang lebih rendah, perluasan mandatori biodiesel, dan kuatnya perminta an pangan akan menjadi pemicu utama harga sawit pada 2020.
Pada tahun depan, setidaknya ada empat hal yang menjadi perhatian pelaku industri sawit. Pertama, boom biodiesel. Mandatori B30 Indonesia adalah kompas yang mengarahkan harga CPO ke zona puncak. Sathia Varqa, Pemilik Palm Oil Analytics di Singapura mengatakan, kebijakan tersebut akan membantu mendongkrak harga CPO. “Selain itu membantu menyalurkan biodiesel ke pasar domestik,” katanya.
Kedua, pelemahan produksi. Para analis merampingkan perkiraan untuk produksi sawit di Indonesia dan Malaysia karena cuaca kering dan kurangnya pemberian pupuk berdampak pada 2020. James Fry, Kepala LMC International, perusahaan penyedia data dan analis pertanian, memperkirakan, stok sawit global menyusut pada 2020 karena pelemahan produksi bertepatan dengan dorongan program biodiesel.
“Tekanan tanpa henti dari LSM untuk menyetop penanaman sawit, juga perlambatan penanaman baru karena pelemahan harga sebelumnya akan menjaga pertumbuhan produksi tetap rendah pada tahun depan,” ujarnya. Ketiga, permintaan mengapung. Kelapa sawit mencapai paritas dengan minyak kedelai untuk pertama kali sejak 2011, mengurangi daya tarik dibandingkan dengan minyak lainnya, dan mendorong pembeli untuk mencari alternatif.
Sementara pertikaian dagang Malaysia dan India berakhir pada November, para pedagang menanti apakah konsumen akan menaikkan bea impor, yang bisa membatasi pembelian kelapa sawit. Di sisi lain, China menaikkan pembeliannya sejak Juli karena wabah demam babi Afrika telah menurunkan permintaan domestik untuk bungkil kedelai sebagai pakan. Artinya, lebih sedikit biji yang dihancurkan, lebih sedikit minyak yang diproduksi.
China National Graind and Oils Information Center memperkirakan impor sawit mencapai rekor 7 juta ton pada tahun yang dimuali Oktober, untuk mengisi celah itu. Keempat, sawit yang lebih hijau. Upaya industri untuk lebih berkelanjutan dan menghindari julukan penjahat iklim menjadi penting, terutama karena hal itu dapat menyebabkan banyak negara membatasi penggunaan kelapa sawit.
Ada kekhawatiran Uni Eropa ingin menghentikan penggunaan kelapa sawit dalam biofuel dan akan mencari pangan lainnya. Skema sertifikasi berkelanjutan di Malaysia dan Indonesia akan menjadi wajib bagi petani, terutama ketika negara produsen bersatu untuk melawan tindakan diskriminatif terhadap kelapa sawit.
Source: Bisnis Indonesia