JAKARTA. Sepanjang awal 2020 ini, indeks saham sektor agrikultur mencatatkan penurunan terdalam, yakni 5,92% hingga Rabu (8/1). Padahal, indeks ini sempat menorehkan kenaikan tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya di perdagangan akhir tahun lalu, yakni 3,23% pada perdagangan Kamis (26/12) dan berlanjut naik 2,89% pada Jumat (27/12).
Analis Artha Sekuritas Nugroho Fitriyanto mengatakan, penurunan harga saham-saham agrikultur ini disebabkan oleh penurunan harga jual minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). “Yang mana, kami lihat untuk koreksi tersebut masih dalam kategori wajar setelah kenaikan yang sangat signifikan,” kata dia, Rabu (8/1).
Sementara itu, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana berpendapat, penurunan ini hanya didorong aksi ambil untung atau profit taking investor. Pasalnya, harga saham-saham CPO sudah naik signifikan pada akhir 2019 bersamaan dengan tren window dresssing.
Untuk jangka panjang, Wawan memprediksi harga saham-saham perkebunan ini akan kembali naik, mengingat. program campuran biodiesel sebanyak 30% dalam bahan bakar minyak jenis solar (B30) telah berlaku. “Dengan pemberlakuan ini, maka konsumsi akan naik dan harga jual CPO dapat membaik pada tahun ini,” ucap dia.
Nugroho menambahkan, saham-saham CPO juga masih berpeluang menguat karena terdorong program B20 yang akan dijalankan Malaysia mulai Februari 2020. Dengan begitu, hal ini akan meningkatkan konsumsi domestik di masing-masing negara.
“Kenaikan harga CPO juga masih akan ditopang oleh penurunan inventory level dari Malaysia karena musim hujan yang terlambat datang pada 2019, membuat produksi akan terpengaruh dalam enam bulan ke depan,” kata Nugroho.
Apalagi, Malaysia masih mencatatkan pertumbuhan ekspor sebesar 13% sepanjang sebelas bulan pertama tahun lalu. Kemudian, penurunan inventory ini juga didorong oleh permintaan India yang naik dua kali lipat pada 2019, serta potensi kenaikan impor CPO India dari Malaysia pada tahun ini akibat penurunan bea impor India.
Untuk itu, Nugroho merekomendasikan investor jangka menengah dan panjang dapat berinvestasi pada saham-saham CPO.
Koleksi AALI dan LSIP
Nugroho menyarankan pelaku pasar untuk memperhatikan saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Selain karena tergolong saham big caps, menurut dia, kedua perusahaan ini memiliki extraction rate CPO yang lebih baik dibandingkan emiten sejenis lainnya.
Wawan juga menyarankan investor untuk mengoleksi AALI dan LSIP. “Berdasarkan laporan keuangannya, AALI paling sehat karena utangnya kecil sekali,” ucap dia.
Wawan memasang target harga AALI pada Rp 14.500 per saham. Di perdagangan Rabu (8/1), saham AALI ditutup melemah 0,56% meryadi Rp 13.325 per saham.
Asal tahu saja, padakuartal III-2019, laba bersih AALI anjlok 90,11% secara tahunan menjadi Rp 111,18 miliar. Pada periode sama tahun sebelumnya, AALI masih membukukan laba bersih sebesar Rp 1,12 triliun.
Penurunan laba bersih ini sejalan dengan pendapatan total AALI yang turun sebesar 9,99% year on year (yoy) menjadi Rp 12,39 triliun, dari sebelumnya Rp 13,76 triliun.
Sedangkan, kinerja PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) pada sembilan bulan pertama 2019 lalu masih terkoreksi. Penjualan emiten ini tercatat turun sebesar 10,01% menjadi Rp 2,58 triliun. Sedang laba bersih yang menciut 84,76% mepjadi Rp 52,53 miliar dari periode yang sama di tahun 2018. (Nur Qolbi)
Source: Koran Kontan