JAKARTA. Impor mirryak yang terus membengkak dan berimbas pada melebarnya defisit neraca transaksi berjalan. Dari sini, pemerintah terus mencari cara untuk mengatasi persoalan tersebut.
Salah satunya lewat implementasi kebijakan pencampuran biodiesel pada BBM jenis solar. PT Pertamina (Persero) memproyeksikan terjadi penghematan impor minyak sebesar Rp 63,4 triliun melalui implementasi biodiesel 30% (B30) pada tahun ini. Sepanjang tahun lalu, nilai penghematan impor minyak lewat mandatori B20 terhitung sebesar Rp 43,8 triliun.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, penurunan volume impor terjadi pada pertengahan tahun 2018 hingga 2019.
“Volume turun drastis, dari semula [2018] 15,3 juta barel menjadi 10,8 juta barel di 2019. Selain itu, semula impor di 2018 senilai US$ 1,4 miliar turun menjadi US$ 54 juta. Ini berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan,” kata dia, Rabu (29/1).
Nicke memaparkan, implementasi biodiesel juga berhasil menurunkan volume impor solar dari 2018 sebesar 15,2 juta barel menjadi 6,28 juta balel di tahun lalu. Perlamina memproyeksikan, penyerapan fatty acid methyl esters (FAME) pada tahun ini akan mencapai 8,38 juta kiloliter (kl), naik dari realisasi tahun lalu sebesar 5,51 juta kl.
Selain itu, area pasokan FAME pada tahun ini akan tersebar di 28 lokasi. Nicke mengharapkan implementasi B30 mampu mendorong penyerapan tenaga kerja hingga 1,29 juta orang. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya 891.000 orang.
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga berkomitmen meningkatkan pemanfaatan minyak sawit pada sejumlah pembangkit listrik. Hal ini tentunya untuk menekan impor BBM.
Direktur Utama PT PLN Zulkifli Zaini menjelaskan, penggunaan B20 dan B30 pada pembangkit PLN di 2018 mencapai 1.641.000 kl. Angka itu meningkat menjadi 2.158 kl pada tahun 2019.
“Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan program B20, B30 yang terus kami optimalkan pemanfaatan bahan bakar tersebut,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (29/1).
Zulkifli memastikan PLN mendukung penuh kebijakan pemerintah terkait penggunaan B20, B30, B100 dan telah mengimplementasikannya untuk bahan bakar beberapa pembangkit PLTD. Secara bersamaan, PLN terus melakukan riset untuk memanfaatkan bahan campuran BBM dan bahan nabati.
“Jadi yang terus kami lakukan adalah melakukan riset lebih mendalam, melakukan uji coba sampai dihasilkan titik optimum dan efisiensi yang lebih tinggi,” ungkap Zulkfli.
Di sisi lain, dalam upaya pengembangan biodiesel meIalui B100, manajemen Pertamina meminta dukungan pemerintah melalui kebijakan domestic market obligation (DMO) minyak sawit.
Nicke berujar, kebijakan DMO sawit yang diharapkan nantinya dapat meliputi volume serta harga minyak sawit,” Kami membutuhkan dukungan DMO, seperti PLN membangun 35.000 MW membutuhkan pasokan batubara besar,” jelas dia.
Untuk itu, Pertamina meminta penerapan batas atas dan bawah untuk harga minyak sawit. Adapun batas bawah meliputi biaya produksi pJus margin demi menjaga keberlangsungan bisnis produsen minyak sawit dan batas atas sesuai harga pasar demi keberlangsungan bisnis Pertamina. Adapun bentuk dukungan lain adalah terkait perpajakan. Pasalnya, proses pengolahan CPO yang berlangsung di luar kilang biasanya dikenakan pajak.
Source: Kontan