Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) selama sepekan ini menguat tipis. Hal itu menyusul laporan bahwa minyak virgin red palm oil efektif untuk membantu memperkuat daya tahan tubuh melawan virus corona baru penyebab Covid-19.
Harga kontrak berjangka (futures) minyak sawit di bursa Malaysia tercatat berada di level 2.088 ringgit (Rp 7,23 juta) per ton pada Jumat (1/5/2020), atau menguat 0,63% dibandingkan dengan penutupan pekan sebelumnya.
Meski demikian, secara sepanjang tahun ini (year to date/YTD), harga produk perkebunan tersebut masih melemah hingga 28%, dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu yang berada di level 2.897 ringgit per ton.
Kabar positif terkait CPO datang dari Universitas Gajah Mada (UGM). Guru Besar Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM Sri Raharjo menyebutkan kandungan beta karoten di minyak sawit merah atau Virgin Red Palm Oil (VRO) 15 kali lebih banyak dari wortel.
Sebagaimana diketahui, beta karoten diperlukan membangun daya tahan tubuh melawan virus. Selain itu, sawit juga mengandung vitamin E (tokoferol) dan tokotrienol tinggi, yang dikenal sebagai antioksidan yang juga mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
“Vitamin E, tokotrienol, dan pro-vitamin A yang terlarut di dalam VRO merupakan antioksidan kuat yang mampu menangkal radikal bebas,” tutur dia dalam seminar online (webinar) bertajuk “Minyak Sawit Merah Alami atau Virgin Red Palm Oil (VRO) untuk meningkatkan imunitas menghadapi pandemi Covid-19” pada Selasa (21/04/2019).
Pada Senin, harga CPO anjlok 2,12% ke 2.018 ringgit/ton. Setelah seminar tersebut berlangsung dan disiarkan Kantor Berita Antara, harga CPO berbalik menguat pada Selasa dan terus bertahan di jalur positif di empat hari terakhir perdagangan sepekan ini.
Namun, secara umum, pasar minyak nabati dunia masih tertekan karena anjloknya konsumsi manufaktur dan masyarakat, di tengah kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang diberlakukan berbagai negara.
Dorab Mistry, Direktur Godrej International mengatakan wabah Covid-19 memukul konsumsi CPO baik untuk minyak nabati maupun biodisel hingga 30%. Dia memperkirakan outlook komoditas andalan Indonesia dan Malaysia ini masih akan redup.
“Harga CPO akan menuju fase bearish (pelemahan) yang kuat, hingga mendekat biaya produksinya,” tutur dia sebagaimana dikutip Reuters. Padahal di awal tahun, harga CPO sempat bullish (tren menguat) menyusul kenaikan permintaan dari China akibat perang dagang.
China mengimpor minyak nabati dari Argentina, Brazil dan negara lain, selain AS karena kenaikan tarif yang diberlakukan Negara Adidaya tersebut. Namun, jelang hari raya Imlek, pada Februari, trader menjual kontrak berjangka CPO hingga harganya anjlok 10% dalam sepekan.
Di sisi lain, India juga mencatatkan penurunan konsumsi, dengan impor anjlok antara 350.000-400.000 ton sejauh ini dan bakal mencapai 2 juta-7 juta ton hingga akhir tahun, menurut Sandeep Bajoria, Chief Executive Officer (CEO) Sunvin Group, sebagaimana dikutip Reuters.
Negeri Bollywood ini merupakan konsumen CPO terbesar kedua di dunia setelah China. Tahun lalu, impor CPO India mencapai 9,5 juta ton.
Sumber : TIM RISET CNBC INDONESIA