Harga Crude Palm Oil (CPO) yang terus menunjukkan tren penguatan dalam beberapa waktu terakhir membuat emiten sawit fokus menjaga kinerja operasional demi mendongkrak kinerja keuangan pasca tekanan pandemi covid-19 tahun lalu.
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) bahkan telah mencatatkan peningkatan produksi hingga 30% year on year (yoy) pada kuartal I 2021 ini.
Head of Investor Relations Sampoerna Agro, Michael Kesuma mengungkapkan raihan ciamik volume produksi berhasil diperoleh kendati tengah dalam masa siklus produksi rendah. Selain itu, harga komoditas juga disebut mengalami peningkatan bahkan jauh lebih tinggi ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya.
Hal ini pun berdampak pada raihan positif laba bersih di kuartal I 2021. Melansir laporan keuangan perseroan, emiten berkode saham SGRO ini mengantongi laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk alias laba bersih sebesar Rp 209,10 miliar pada Kuartal I 2021. Sedangkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya, SGRO hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp 423 juta.
Dari sisi penjualan, SGRO membukukan pertumbuhan sebesar 47,18% secara tahunan atau yoy dari semula Rp 903,87 miliar di Kuartal I 2020 naik menjadi Rp 1,33 triliun di periode yang sama tahun ini.
Michael menambahkan optimisme peningkatan kinerja di tahun ini mulai terasa.
“Tahun ini berbeda meski masih alami gelombang kedua pandemi di beberapa negara tapi optimisme mulai terbina,” kata Michael kepada Kontan.co.id, Minggu (6/6).
Michael menjelaskan, pada tahun lalu terjadi penurunan harga komoditas sejak Februari dan berlanjut hingga kuartal II. Sementara pada tahun ini, tren harga terus menunjukkan indikasi stabil bahkan cenderung meningkat.
Dengan berbagai kondisi yang ada, SGRO menargetkan peningkatan produksi mencapai 13% hingga 18% pada tahun ini. Michael mengungkapkan peningkatan produksi memang selalu dilakukan dalam kurun tiga tahun hingga 4 tahun terakhir. “Kalau (peningkatan produksi) bisa terjadi di tengah harga komoditas sawit yang tinggi kinerja keuangan akan berlipat ganda,” ujar Michael.
Adapun, untuk tahun ini SGRO mengalokasikan belanja modal Rp 400 miliar hingga Rp 600 miliar bergantung pada kondisi makro ekonomi. Jika ekonomi membaik maka angka investasi diharapkan dapat meningkat mencapai Rp 600 miliar.
Dikutip dari laman resmi SGRO, per Maret 2021 SGRO tercatat juga telah menyelesaikan tahap kedua dari penerbitan obligasi dan sukuk yang telah berhasil mengumpulkan dana tambahan sekitar Rp570 miliar. Sama seperti putaran pertama, terdiri dari dua seri: tenor 3 tahun dan 5 tahun untuk tujuan reprofiling struktur utang yang ada, tetapi tidak seperti putaran sebelumnya, versi sukuk mendominasi versi obligasi sekitar 2:1.
Michael memastikan sesuai dengan rencana Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) yang telah disetujui regulator maka jika kondisi dirasa tepat pada akhir tahun nanti SGRO akan kembali menerbitkan obligasi.
“Jadi masih ada satu fase lagi meskipun saat ini masih dipantau kapan momen paling tepat mungkin akhir tahun. Kisaran dana tergantung kondisi, asumsi sama dengan dua fase sebelumnya Rp 500 miliar hingga Rp 600 miliar,” kata Michael.
Sementara itu, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) juga berfokus meningkatkan produksi pada tahun ini. Communication and Investor Relations Manager AALI, Fenny Sofyan menjelaskan upaya peningkatan produksi memang jadi fokus setiap tahunnya akan tetapi perusahaan tetap mengantisipasi dampak pandemi covid-19 yang masih terjadi baik di Indonesia maupun secara global.
“Maka fokus bahwa operasional berjalan baik masih menjadi hal yang kami utamakan di tahun ini,” kata Fenny ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (6/6).
Fenny menambahkan rencana ekspansi juga tak menutup kemungkinan turut dilakukan bergantung situasi pandemi covid-19. Apalagi, rencana ekspansi yang mengharuskan tinjauan lapangan secara fisik diakui terkendala akibat pembatasan sosial selama pandemi covid-19.
Kendati demikian, Fenny memastikan untuk saat ini tidak ada rencana pencarian dana eksternal melalui penerbitan obligasi. AALI bakal mengalokasikan capex mencapai Rp 1 triliun hingga Rp 1,2 triliun untuk perawatan TBM dan replanting. (Filemon Agung)
Sumber: kontan.co.id