Pemerintah berkomitmen untuk terus memajukan industri sawit nasional. Pemerintah telah dan sedang melakukan banyak hal terkait pengembangan industri sawit, mulai dari menerapkan standardisasi tentang lingkungan dan perkebunan, merangsang investasi hilirisasi sawit, memberikan bantuan pada petani/pekebun, hingga memberi kemudahan investasi bagi pelaku usaha. Selain itu, pemerintah mengintensifkan diplomasi perdagangan guna meningkatkan keberterimaan produk sawit Indonesia di dunia internasional.
Meskipun beberapa pihak menggugat keberadaan sawit karena dinilai mengancam kelestarian alam, pemerintah tetap berdiri kokoh menjaga agar komoditas unggulan itu berada pada rel yang ideal, yakni pengembangannya selaras dengan alam dan mampu mengungkit nilai tambah ekonomi. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menjelaskan. arah pengembangan industri sawit nasional adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. “Pengembangan sawit juga diarahkan dengan menggunakan konsep pengembangan industri sawit berkelanjutan.” kata Bahlil melalui keterangannya di Jakarta. Senin (14/6).
Terkait investasi. jelas Bahlil. industri sawit merupakan salah satu sektor prioritas dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelum menjadi Kementerian Investasi). khususnya untuk menggenjot produksi energi baru dan terbarukan (EBT). “Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas potensial yang dapat mendukung program EBT melalui biodiesel, terutama setelah pemerintah meluncurkan program mandatori biodiesel 30% (B30) pada Januari 2020 dan target produksi biodiesel 100% (B100) di 2021.” ujar dia.
Melalui UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Keija (UUCK) dan PP No 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. seluruh perizinan investasi diterbitkan Lembaga OSS sehingga akan memberikan kepastian. kemu-dahan. dan kecepatan bagi investor. termasuk yang bergerak di komoditas dan industri sawit. Dari sisi regulasi investasi pun para pengusaha sawit terlindungi dengan berbagai kebijakan. “Perlu diperhatikan juga terdapat batasan luasan minimum dan maksimum bagi perkebunan sawit. Melalui PP No 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian. ketentuan luasan bagi perkebunan sawit minimum 6.000 hektare (ha) dan maksimum 100 ribu ha. Perusahaan juga wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20% dari lahan tersebut.” jelas Bahlil.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan. komitmen pemerintah dalam memajukan sektor sawit terus berlangsung. Untuk petani misalnya pemerintah akan melakukan pemberdayaan dan pendampingan dengan menyediakan akses untuk mendanai sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang akan diwajibkan bagi petani dalam lima tahun ke depan. Pemerintah juga menyediakan dana untuk program peremajaan sawit rakyat/PSR yang telah dicanangkan di Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan. PSR menjadi salah satu program strategis dalam penanganan pemulihan ekonomi nasional yang dilaksanakan melalui kerja sama antara pelaku usaha dan pemerintah. “Kami harap sebagian besar memahami upaya pemerintah dalam mendukung industri sawit berkelanjutan. Mari kita gabungkan upaya pengembangan dengan merangkul sisi lingkungan. sosial. tanpa melumpuhkan finansial untuk mencapai tujuan ini.” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo menuturkan. untuk mendukung petani swadaya, solusi pemerintah salah satunya melalui program penanaman kembali sawit rakyat secara besar-besaran atau PSR. memperbarui skema perkebunan sawit menjadi lebih berkelanjutan dan berkualitas serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal. Untuk memperoleh dukungan itu petani harus memiliki legalitas yang jelas. “Petani sawit rakyat juga akan diberi sarana dan prasarana, mendapat dukungan subsidi pendanaan melalui dana BPDPKS. Dana bantuan tersebut diatur melalui Surat Keputusan Dirjen Perkebunan Kementan No 144/Kpts/OT.050/4/2020 mengenai pendanaan sarana dan prasarana petani sawit rakyat menggunakan dana subsidi BPDPKS.” ungkap Edi.
Selain hal di atas. pemerintah juga berupaya mempertahankan komitmen yang telah disepakati dalam kerangka kerja sama Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) yang akhirnya sejalan dengan hasil Referendum Swiss pada 7 Maret 2021. Skema IE-CEPA dinilai berpeluang untuk lebih meningkatkan akses pasar bagi produk industri Indonesia, termasuk produk sawit dan tu-runannya. Melihat keija ekstra pemerintah memperjuangkan komoditas sawit. bukan hal mengherankan apabila industri sawit nasional memberikan sum-bangan cukup besar bagi perekonomian Indonesia melalui perolehan devisa ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya. Kontribusi lain adalah penerimaan negara dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp 14-20 triliun per tahun.
Ekspor Sawit
Pada bagian lain, ekspor minyak sawit nasional baik CPO maupun minyak kernel (palm kernel oil/PKO) pada April 2021 mencapai 2,64 juta ton atau tu-run 18% atau setara 595 ribu ton dari Maret 2021 yang besarnya 3,23 juta ton. “Penyebabnya adalah produksi minyak sawit (CPO dan PKO) Indonesia pada April hanya 4.09 juta ton atau relatif tidak bertambah dari Maret sebesar 4.02 juta ton.” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono dalam keterangannya.
Sementara itu. rata-rata harga minyak sawit pada April 2021 sebesar US$ 1.157 per ton (CIF Roterdam) atau lebih tinggi dari Maret 2021. Harga yang tinggi ini didongkrak oleh harga minyak nabati di India yang sangat tinggi. di pelabuhan India harga mencapai US$ 1.230-1.240 per ton untuk pengiriman Mei 2021 dan produksi sawit Malaysia yang masih terkendala karena kurangnya tenaga kerja. Namun demikian, akibat dari turunnya volume ekspor yang cukup besar. nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada April 2021 hanya US$ 2.66 miliar atau US$ 480juta lebih rendah dari nilai ekspor Maret 2021.
Total konsumsi minyak sawit domestik April 2021 mencapai 1,59 juta ton. sama dengan Maret sebesar 1,59 juta ton. Teijadi sedikit penurunan pada biodiesel, dari 615 ribu ton menjadi 609 ribu ton juga pada oleokimia dari 168 ribu ton menjadi 162 ribu ton. Berdasarkan data tersebut stok akhir minyak sawit Indonesia pada April turun 123 ribu ton yakni dari 3,27 juta ton menjadi 3.14 juta ton. Sesuai dengan siklus tanaman biasanya pada Mei-November, produksi akan meningkat. Karena itu, produktivitas harus tetap dapat dijaga untuk manfaatkan momentum produksi dan harga yang diperkirakan masih tinggi. (Novy Lumanauw)
Sumber: Investor.id