Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit (crude palm oil/ CPO) terbesar di dunia ialah sebuah fakta. Namun, apakah kita sudah bisa memaksimalkan keuntungan secara ekonomi darinya?
Dalam menjawab hal itu, ilmuwan di bidang konversi energi Prof Irhan Febijanto mengatakan, saat ini potensi biogas dari 1.000 lebih pabrik kelapa sawit di Indonesia belum dimanfaatkan seluruhnya. Namun, peluang itu terbuka di depan mata.
“Peluang pemanfaatan teknologi biogas sangat besar karena adanya tuntutan dari dalam dan luar negeri,” ucap Prof Irhan saat pidato pengukuhannya sebagai Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 8 September 2021.
Ia mengingatkan bahwa Indonesia mempunyai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor limbah cair sebesar 11 juta ton pada 2030, sedangkan potensi pengurangan emisi GRK dari limbah sawit mencapai 22,9 juta ton C02.
Selain itu, pemanfaatan bioCNG (biogas terkompresi yang sudah dibersihkan) juga akan menghasilkan 8 juta barel dan dapat digunakan untuk mengurangi impor LPG yang meningkat dari 3 juta sampai 47 juta barel sepanjang 2008-2018.
“Biogas, bila dimanfaatkan, akan menjadi subsitusi energi seperti kayu bakar dan elpiji. Penerapannya di perusahaan-perusahaan sawit juga bisa menekan tingkat emisi GRK,” tuturnya.
Beberapa teknologi pengolahan biogas dari limbah cair kelapa sawit (palm oil mill effluent/ POME) yang bisa digunakan ialah kolam tertutup, cofiring, borefinery, atau bioCNG.
“Agar biogas tidak terlepas bebas ke atmosfer, perlu dibangun biogas capture system yang digabungkan dengan teknologi penguarai limbah cair secara anaerobik (anaerobic bio digester),” beber Prof Irhan.
Teknologi lain ialah dibakar begitu saja pada flaring system untuk sumber tenaga listrik yang bisa dijual ke PLN. Kemudian ada co-firing biogas digunakan untuk bahan bakar eksisting boiler di PKS atau pilihan lain ialah pemurnian biogas sehingga kandungan metana menjadi lebih dari 90%.
Meski potensi besar dan teknologi ada, kata Irhan, nyatanya pengembang swasta tidak tertarik untuk memaksimalkan biogas dari limbah sawit karena investasi awal yang besar dan teknologi yang canggih. Selain itu, Indonesia juga belum memiliki tata niaga yang jelas, SDM mumpuni, dan TKDN yang rendah untuk teknologi biogas.
Ia menyarankan pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri ESDM 12/2017 agar harga jual listrik ke PLN lebih menarik dan aturan tata niaga bioCNG sebagai pedoman. (Van/H-2)
Sumber: Media Indonesia